Jumat, 27 November 2015

Euforia Wisuda

Seharusnya malam ini tugas saya menyusun teknik analisis data untuk tugas mata kuliah metodologi penelitian pendidikan. Namun entah kenapa saya sedikit merasakan kembali euforia ketika wisuda Juni 2015 kemarin setelah melihat beberapa teman yang memposting foto pelepasan wisuda menjelang wisuda esok hari. Akhirnya saya putuskan untuk menulis ini. Sekedar curhat, dan maaf jika terlalu emosional.
Wisuda. Tadinya saya rasa wisuda tidaklah sebegitu keren untuk dibahas. Apalah arti wisuda jika setelah wisuda saya masih bingung mau ngapain atau kerja dimana dan lain sebagainya. Sampai-sampai jujur, beberapa bulan setelah wisuda pun saya ngga berani memposting foto wisuda saya. Kenapa? Ya, saya terbebani dengan opini orang. Apa yang akan saya jawab ketika mereka bertanya target kamu selanjutnya apa? Mau kerja dimana? Atau mau nikah? Aduuuh, saya termasuk orang yang sedikit anti untuk berkoar-koar mengenai rencana hidup saya. Hehe. Meskipun saat itu saya memang sudah berencana untuk melanjutkan studi saya. Namun, mendaftar program pasca tidak secepat itu dinyatakan diterima. Harus ada serangkaian prosedur dan itu berbulan-bulan. Dan saat itu kondisi saya setelah wisuda tidak bekerja dan belum ada kepastian apakah saya diterima di program pasca atau tidak. Ya, pada intinya saya tidak memposting hari bahagia saya karena ketakutan akan pertanyaan yang saya duga akan mengalir deras. Hehe.
Namun tadi pagi, salah satu teman saya yang akan diwisuda besok datang ke kost saya. Dia tampak bahagia sekali. “Beb, Ya Allah akhirnya besok aku diwisuda” dengan gaya kegirangan. Ngga tau kenapa dari tadi pagi saya kepikiran tentang wisuda. Menjadi wisudawan tentu impian setiap mahasiswa. Tapi kenapa saat itu saya merasa, ah biasa saja. Apakah mungkin karena saya diberikan kemudahan untuk lulus lebih cepat dari teman-teman sehingga saya menganggap itu hal biasa. Jika itu benih sombong, Ya Allah astagfirullohaladzim, mohon ampun Ya Allah. Tapi semoga tidak, karena kembali di awal, rasanya tidak begitu membanggakan bagi saya ketika lulus tapi belum jelas mau seperti apa setelahnya. Daaaan setelah pertemuan saya dengan teman saya tadi, saya sedikit tersadar. Mau kamu udah kerja sebelum wisuda, mau kamu uda dapet beasiswa sebelum lulus, wisuda tetaplah salah satu prosesi sakral yang akan terjadi sekali seumur hidup (selama S1). Ada kebahagiaan mendalam disana karena kamu berhasil melewati masa-masa mulai tidak mengenal kalkulus dan harus belajar aljabar, aljabar abstrak, analisis real, statistika lanjut, dan teman-temannya. Ada kebahagiaan disana ketika kamu akhirnya bisa melewati masa tangismu karena ngga tau analisis real itu apa. Ada kebahagiaan disana ketika kamu akhirnya bisa melewati masa tangismu karena  ngga bisa ngerjain soal ujian. Dan satu hal yang paling membahagiakan ketika melihat Bapak dan Ibu tersenyum di deretan bangku wali mahasiswa melihat anaknya akhirnya lulus.



Foto di atas saya temukan tadi sore di dalam folder foto pada saat saya wisuda. Entah foto itu diambil saat momen apa. Tapi melihat foto itu tadi saya sempat rada mau nangis. Hehe maklumlah saya mungkin orang paling gampang nangis kalau membahas masalah orang tua. Yang di belakang saya itu Bapak dan Ibu saya. Ngga tau kenapa saya seneng banget dengan foto itu. Rasanya foto itu menggambarkan posisi saya. Saya di depan karena dorongan dan support Bapak dan Ibu di belakang saya. Artinya saya mau sehebat apapun, tentu lebih hebat Bapak dan Ibu saya. Saya bersyukur dititipkan Allah kepada beliau untuk menjaga dan mendidik saya. Mereka yang rela bekerja ngga kenal lelah untuk memberikan kehidupan dan pendidikan yang layak bagi saya dan kedua adik saya. Saya teringat ketika skripsi saya belum rampung, Ibu sudah menyuruh saya menjait kebaya. Katanya biar jadi motivasi buat saya biar segera lulus. Ketika saya masih sibuk bimbingan skripsi, Ibu sudah mempersiapkan kebaya buat saya, dan baju untuk adik-adik saya. Ibu begitu bersemangat merancang kebaya yang akan saya pakai. Kalau teman-teman liat kebaya saya, itu hasil rancangan Ibu. Dan saya nyaman pakainya. Adik-adik saya rela bolos sekolah karena Ibu yang bilang kalau it will only happens once selama saya kuliah di program sarjana. Bapak saya yang sebenarnya orangnya ngga sabaran rela nunggu panas-panasan dan lama karena selepas wisuda saya harus bertemu teman-teman yang udah menyempatkan datang di wisuda saya. Point lain yang saya rasakan dan sadari sekarang adalah dimana momen wisuda itu menunjukkan betapa banyaknya orang-orang yang sayang dan peduli dengan kamu ternyata. Anw sebenarnya saat saya wisuda saya habis patah hati hehehe. Tapi rasanya sakit karena patah hatinya hilang karena sadar bahwa ternyata ada banyak orang yang sayang sama kita. Kaya lagunya Melly Goeslaw, ternyata tanpamu langit masih biru. Hehe. Jadi mungkin yang merasa ngga punya “pendamping” buat wisuda. Santai saja lah gaes. Ngga akan mengurangi kebahagiaanmu J
Anw, selamat untuk teman-teman yang akan diwisuda besok. Semoga keberkahan selalu menyertai kalian. Dan doakan saya agar tahun depan bisa diwisuda lagi. Amiin JJ

  

2 komentar:

  1. kok sama!! mulai dari lulus yg euforianya ga seheboh temen yg lain, dr pengorbanan bapak, ibu yg juga ribet kebaya, bapak juga malah udah pesen jait jas sejak seminar skripsi. Di sosial media aku nggak aplud sama sekali foto wisudaku, baru 4 bulanan setelah itu kalo ga salah, di periode wisuda selanjutnya baru aplud foto pake toga di fb. baru deh temen" sosmed pada tau kalo uda lulus. dan yang sama lagi... patah hatinya sama! sblm wisuda juga... hikz. tapi tetep. wisuda bahagianya masyaAllah bersyukur tiada kira

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha (patah hatinya sama) semoga wisuda mendatang ada pendamping wisuda yang sekaligus jadi pendamping hidup yaaak \m/

      Hapus